Aku sontak tersentak ketika melihat apa
yang skarang tampak di depanku. Ardian menyatakan cintanya pada Susi?. Ini
sangatlah tidak mungkin, karena bila di flash back Ardian sangatlah acuh dengan
Susi dan malah menaruh empati denganku. Tapi apa mau dikata lagi, nasi telah
jadi bubur. Ingin rasanya ku marah, namun tak sampai hati rasanya memarahi
Susi, sahabatku itu. Ya, memang begitulah cinta, tak dapat dilihat, dapat
dirasakan, namun tak semulus yang dikira. Aku memang pantas marah dan sakit
hati, ditambah lagi sahabat ku yang juga merupakan sahabat dari Susi malah
memuji dan mengucapkan selamat. Hati ku bak dicincang – cincang.
But, life must go on. Dengan tegar Aku
menyalami Ardian dan Susi yang tengah berbahagia itu. “Slamet yah sob,, hehe..”,
kata ku mencoba tegar. “Yupz sob,, bay the way kapan nih loe nyusul kita –
kita?”, jawab Susi sambil senyum – senyum. Ya, memang kalimat itu adalah
kalimat biasa mengingat kedua sahabat ku sudah memiliki pasangan untuk Prom
Night yang sekaligus pacar. Namun, bagi ku kalimat itu bagaikan panah duri yang
menusuk hatinya. “Gak tau lagi.., hehe.. Gue sih lebih milih fokus untuk UN aja
dulu..”, elak ku.
Tett... bel pulang sekolah telah
berbunyi, namun aku belum dapat melupakan apa yang dilihatnya pagi tadi. Tanpa
menghiraukan kedua sahabatku yang tengah dimabuk cinta dengan pasangannya
masing – masing, aku melangkah menuju parkiran. Di mobil aku hanya bisa
menangisi apa yang telah terjadi. Betapa bodohnya aku bisa mencintai lelaki
ini? Mengapa aku tak menduga kalau ku akan disakiti begini? Hancur hatiku..
dengan terisak aku mengemudikan mobilku. Tak tahu lagi apa yang akan terjadi,
hidupku nampak telah usai.
Tak terasa dua tahun berlalu. Dan dua
tahun juga aku belum bisa melupakan Ardian. Makin hari aku makin merasa
bodoh..! Begitu bodohnya aku belum bisa melupakannya yang juga tak kuketahui
kabarnya setelah keberangkatannya ke Australia selepas lulusan. Dan Susi,
kekasihnya? Juga tidak ada kabar.. Aku sebatang kara kini.. Tanpa kedua
sahabatku, dan tanpa kasih sayang.. Nilai akademisku makin hari makin merosot.
Makin hari aku makin menjadi seorang bad girl. Dugem, miras, rokok, bahkan
narkoba sudah tak asing bagiku.
Namun, itu semua berubah setelah
kehadiran Kak Roy di kampus, ya seorang pelatih eksul basket di universitas
kami. Aku langsung jatuh hati saat pertama berjumpa dengannya. Wajahnya yang
tampan, tubuhnya yang nampak atletis, ditambah kacamatanya yang membuat dia
klop. Sayangnya, awal pertemuan kami tak semulus wajahnya. Aku menabraknya di
koridor. Betapa malunya aku? Namun awal pertemuan yang sebegitu kacaunya
membuka hubungan aku dengannya. Entah bagaimana caranya dia mendapatkan pin BB
ku. Jadi kami pun sering BBMan untuk curhat ataupun saling menyapa dan bertukar
cerita saja.
Makin lama aku makin dekat dengan Kak
Roy, makin lupa juga aku dengan Ardian sialan itu.. Entah mengapa hatiku makin
srek dengan Kak Roy. Semoga cinta kedua ku ini tidak sekacau cinta pertama ku
dulu. Semangat hidupku mulai bangkit, dugem, miras, rokok sudah aku tinggalkan.
Aku dibantu kak Roy juga mengikuti rehabilitasi narkoba. Pelan – pelan hidup ku
berubah. Tuhan melalui kak Roy telah mengubah aku menjadi pribadi baru yang
lebih baik. Inikah hasilnya kasih sayang yang tulus? Atau inikah akibat cinta?,
apapun ini aku tak perduli, yang jelas aku nyaman dengan hidup ku yang baru.
Namun, ada satu yang masih mengganjal dihatiku. Apakah kak Roy punya rasa yang
sama? Ataukah dia hanya menganggapku sebagai adiknya? Sebab sampai detik ini
kak Roy belum menyatakan perasaannya padaku. Apakah dia hanya ingin
mempermainkanku? Rasanya itu tidak mungkin. Namun, aku hanya bisa berharap,
berharap waktu itu tiba...
Setelah sekian lama menunggu, nampaknya
waktu itu tiba. Kak Roy memBBM ku untuk mengajakku dinner berdua. Betapa
bahagianya hatiku, ingin rasanya aku melompat kegirangan. Langsung aku bergegas
mandi dan berdandan. ‘Harus tampil lebih cantik’ pikirku. Benakku sudah
melayang jauh membayangkan ketika Kak Roy memegang tangan ku, menatap dalam
mataku, menyatakan cintanya padaku..
Tett.. Tett.. klakson mobil berbunyi di
depan rumah. ‘Kak Roy’ pikirku girang. Akupun bergegas keluar. Ketika kubuka
pintu, kak Roy telah menunggu di depan pintu dengan penampilan coolnya. “Ayo,
udah siap?”, sapanya. Aku hanya menggangguk pelan. Dia menggandeng tanganku
menuju Mazda RX-8 miliknya. Di sepanjang perjalanan, hatiku berdetup kencang,
salah tingkah aku dibuatnya. Sekitar 15 menit kemudian, kami sampai di sebuah
cafe. Kami diantar oleh sang waiters ke meja yang rupanya telah dipesan oleh
Kak Roy. Meja di taman tepi kolam, pencahayaan yang remang – remang oleh sebuah
lilin, ditambah bintang – bintang germelapan di langit membuat suasana menjadi
romantis. Kami pun duduk saling bertatap. Jujur, dalam hati aku sangat deg –
degan.., apa yang harus kuperbuat? Aku tak memiliki pengalaman soal ini. Sampai
makanan utama datang kami masih saling membisu. Apa ini juga pengalaman pertama
kak Roy sehingga dia hanya membisu?
Setelah makanan penutub datang, dia
berdiri, memetik mawar merah, mendekatiku, dan berlutut di dekatku. “Dinda,
maukah kau menemaniku menjalani kehidupan ini?”, ucapnya sambil memberikan
bunga itu. Aku binggung, lidahku kaku.. “ya kak, aku mau..”, jawabku sambil
mengambil bunga tersebut. Kak Roy berdiri, memegang tanganku. Akupun berdiri
dan kami saling menatap.. Rasa grogi itu seketika tergantikan oleh rasa cinta
yang mendalam. Dia memelukku dan kamipun saling memeluk.. “I Love You Din..”,
bisiknya. “I see.., I Love You too kak..”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar